WELCOME TO MY BLOG! | I'M SORRY, THE BLOG IS STILL UNDER CONSTRUCTION AND REPAIRING | SORRY FOR ANY INCONVENIENCE | THANK YOU SO MUCH FOR YOUR VISITATION | CHEERS ^_^

28 September 2009

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR: DISTILASI DAN TITIK DIDIH

oleh H. Rijal Kamaluddin Husaeni, S.Si

Program Magister Kimia ITB

2007


1.1 SASARAN DAN TUJUAN PERCOBAAN

1.1.1 Sasaran Percobaan

a. Memahami prinsip distilasi

b. Memahami pengertian campuran azeotrop

c. Menguasai cara mengkalibrasi termometer

d. Menguasai cara merangkai peralatan distilasi

e. Menguasai cara melakukan distilasi untuk melakukan pemisahan dan pemurnian

1.1.2 Tujuan Percobaan

a. Memisahkan campuran sikloheksana dan toluena melalui metode distilasi bertingkat dan menguji kemurniannya melalui pengukuran indeks bias

b. Memisahkan campuran azeotrop terner yang terdiri dari metanol, air dan benzena melalui metode distilasi bertingkat dan menguji kemurniannya melalui pengukuran indeks bias

1.2 TEORI DASAR

1.2.1 Titik Didih

Dalam zat cair, molekul-molekul bergerak secara konstan dan mempunyai kecenderungan untuk keluar dari permukaannya dan berubah menjadi molekul-molekul gas, bahkan ketika temperatur masih jauh di bawah titik didihnya (Wilcox & Wilcox, 1995).

Titik didih suatu zat cair didefinisikan sebagai temperatur di mana besarnya tekanan uap zat cair tersebut sama dengan tekanan atmosfer, sehingga terjadi perubahan fasa dari fasa cair menjadi fasa gas. Titik didih suatu zat cair pada tekanan 1 atm disebut sebagai titik didih normal (Wilcox & Wilcox, 1995).

1.2.2 Distilasi

Distilasi merupakan salah satu metode untuk memisahkan dan memurnikan campuran zat cair yang didasarkan pada perbedaan titik didih dari komponen-komponen yang menyusun campuran tersebut. Pada distilasi, uap-uap yang berasal dari cairan yang mendidih mengalami pengembunan akibat adanya kondensor. Uap-uap yang mengembun tersebut kemudian dikumpulkan dalam suatu wadah penampung (Schoffstal, 1999). Semakin tinggi temperatur, semakin banyak volume distilat yang dihasilkan, seperti yang diperlihatkan oleh gambar berikut:

Gambar 1.1 Kurva hubungan antara temperatur dengan volume distilat (Schoffstal, 1999).

Berdasarkan jenis campuran yang akan dipisahkan, distilasi terbagi menjadi beberapa bagian, di antaranya yaitu distilasi sederhana, distilasi terfraksi, distilasi uap dan distilasi vakum.

Distilasi Sederhana

Suatu cairan murni, seperti metanol, menunjukkan kebergantungan tekanan uap terhadap temperatur. Pada temperatur dan tekanan tertentu, aroma dari metanol mengindikasikan adanya molekul fasa uap yang berada di atas permukaan cairan. Melalui pemanasan, tekanan uap suatu zat cair akan meningkat secara perlahan dan kemudian meningkat secara pesat menjelang titik didihnya (Schoffstal, 1999), seperti yang diilustrasikan melalui grafik berikut:

Gambar 1.2 Pengaruh variasi temperatur terhadap perubahan tekanan uap (Schoffstal, 1999).

Gambar 1.3 Peralatan distilasi sederhana (Schoffstal, 1999).

Distilasi Terfraksi

Distilasi terfraksi memperbaiki pemisahan komponen campuran melalui distilasi sederhana. Secara umum, distilasi sederhana kurang memuaskan, kecuali jika komponen-komponen penyusun campuran tersebut memiliki perbedaan titik didih yang sangat besar, sekitar 100oC. Kunci efisiensi dari distilasi terfraksi terdapat pada jumlah siklus penguapan dan pengembunan yang terjadi secara berulang-ulang selama proses pemisahan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.3 yang menunjukkan dua siklus penguapan dan pengembunan. Tiap siklus ini setara dengan pemisahan melalui distilasi sederhana (Schoffstal, 1999).

Gambar 1.4 Diagram hubungan fraksi mol dan temperatur untuk sistem campuran sikloheksana dan toluena yang dipisahkan melalui distilasi terfraksi (Schoffstal, 1999).

Gambar 1.5 Peralatan distilasi terfraksi (Schoffstal, 1999).

1.2.3 Hukum Raoult

Menurut Raoult, tekanan parsial suatu komponen setara dengan hasil kali tekanan uap komponen murni dengan fraksi mol komponen tersebut di dalam suatu campuran, sesuai dengan Hukum Raoult:

Di mana, PA = tekanan parsial komponen A dalam campuran

PA0 = tekanan uap zat A dalam keadaan murni

XA = fraksi mol komponen A dalam campuran

Salah satu aplikasi Hukum Raoult yaitu pada campuran yang terdiri dari dua komponen, yaitu karbon tetraklorida dan toluena, seperti yang diilustrasikan oleh grafik berikut:

Gambar 1.6 Salah satu aplikasi dari Hukum Raoult yang menunjukkan hubungan antara fraksi mol dari komponen karbon tetraklorida dan toluena dengan tekanan uap dari masing-masing komponen (Wilcox & Wilcox, 1995).

1.2.4 Hukum Dalton

Salah satu aplikasi yang sudah umum dari metode distilasi yaitu pemisahan sikloheksana dan toluena. Seperti halnya sikloheksana murni, campuran dari sikloheksana dan toluena mendidih ketika tekanan uap yang berada di atas larutan (Ptotal) sama dengan tekanan atmosfer (Patm). Kontribusi dari masing-masing tekanan komponen terhadap tekanan total disebut sebagai tekanan parsial, Psikloheksana dan Ptoluena. Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan total merupakan jumlah tekanan parsial dari seluruh komponen. Berdasarkan contoh campuran di atas, Hukum Dalton dapat dinyatakan melalui persamaan:

(Schoffstal, 1999).

1.2.5 Campuran Azeotrop

Larutan yang memenuhi Hukum Raoult disebut larutan ideal. Akan tetapi pada umumnya hanya sedikit larutan yang memenuhi Hukum Raoult. Larutan yang tidak memenuhi Hukum Raoult disebut larutan non ideal. Pada suatu larutan ideal yang terdiri dari pelarut A dan zat terlarut B, tarikan A-B sama dengan tarikan A-A dan B-B, dengan nilai kalor pelarutan, DHs = 0.

Akan tetapi jika tarikan antara A-B lebih besar daripada tarikan A-A dan B-B, maka proses pelarutan adalah eksoterm (DHs <>DHs > 0), akibatnya tekanan uap larutan lebih besar daripada tekanan yang dihitung dengan Hukum Raoult. Penyimpangan seperti ini disebut penyimpangan positif.

Gambar 1.7 Campuran air dan metanol merupakan salah satu contoh campuran yang memiliki penyimpangan positif dari Hukum Raoult (Wilcox & Wilcox, 1995).

Campuran azeotrop merupakan campuran yang memiliki komposisi tertentu dengan titik didih yang sama, sehingga campuran ini menyerupai zat cair murni dan memiliki titik didih yang konstan. Komponen-komponen yang menyusun campuran azeotrop tidak dapat dipisahkan melalui proses distilasi sederhana karena uap yang berkesetimbangan dengan zat cair memiliki komposisi yang sama. Sebagian besar, penyimpangan campuran azeotrop terhadap Hukum Raoult, memberikan komposisi titik didih maksimum atau minimum (Wilcox & Wilcox, 1995).

Gambar 1.8 Diagram titik didih campuran azeotrop antara air dan etanol (Wilcox & Wilcox, 1995).

1.2.6 Indeks Bias

Index bias adalah perbandingan antara kecepatan cahaya pada ruang hampa udara dengan kecepatan cahaya pada medium, sebanding dengan perbandingan antara nilai sinus sudut datang dengan nilai sinus sudut bias, sesuai dengan persamaan:

Di mana, n = indeks bias

cv = kecepatan cahaya pada ruang hampa udara

cm = kecepatan cahaya pada medium

i = sudut datang

r = sudut bias

(Schoffstal, 1999).

Gambar 1.9 Indeks bias (Schoffstal, 1999).

Gambar 1.10 Alat refraktometer (Schoffstal, 1999).


1.3 ALAT DAN BAHAN

1.3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan distilasi yang terdiri dari adapter, kolom fraksionasi, kondensor, konektor, labu dasar bundar dan termometer serta alat-alat pendukung lainnya seperti kaki tiga, kawat kassa, pembakar Bunsen, dan refraktometer.

1.3.2 Bahan Kimia

Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, benzena, metanol, sikloheksana dan toluena.

1.4 DIAGRAM PERCOBAAN

1.4.1 Pemisahan Campuran Sikloheksana dan Toluena


1.4.2 Pemisahan Campuran Azeotrop Terner Metanol, Air dan Benzena


1.5 HASIL PERCOBAAN

1.5.1 Data Sifat Fisis Zat

No.

Nama Zat

Tb (oC)

d (g/cm3)

nD20

1

Air suling

100

1

2

Benzena

80,1

0,8786

1,498

3

Metanol

64,7

0,7918

1,326

4

Sikloheksana

80,74

0,779

1,424

5

Toluena

110,6

0,8669

1,494

1.5.2 Data Pengamatan

Pemisahan Campuran Sikloheksana dan Toluena

No.

Temperatur (oC)

Volume Distilat (mL)

Keterangan

1

68 – 79

12

Bening

2

80

5

Bening

3

81 – 82

6

Bening

4

83

6

Bening

5

Di atas 83

15

Bening kehijauan

Kurva Distilasi

Pengukuran Indeks Bias Sikloheksana dan Toluena

No.

Komponen

Indeks Bias

(nD20)

1

Sikloheksana

1,445

2

Toluena

1,477

Pemisahan Campuran Azeotrop Terner Metanol, Air dan Benzena

No.

Temperatur (oC)

Volume Distilat (mL)

Keterangan

1

58

4

Dua fasa; keruh

2

58

12,4

Dua fasa; bening

3

58 – 77

2,4

Satu fasa; bening

4

78 – 81

2,8

Satu fasa; bening

5

82 – 85

2

Satu fasa; bening

6

86 – 87

2

Satu fasa; bening

7

88

0,8

Satu fasa; bening

8

Di atas 88

8,2

Sisa distilasi

Kurva Distilasi

Pengukuran Indeks Bias Benzena dan Metanol

No.

Komponen

Indeks Bias

(nD20)

1

Benzena

1,337

2

Metanol

1,726

1.6 PEMBAHASAN

Percobaan pertama ditujukan untuk memisahkan campuran sikloheksana dan toluena (1:1) melalui metode distilasi bertingkat sedangkan percobaan kedua ditujukan untuk memisahkan campuran azeotrop terner yang terdiri dari metanol dan air (1:1) serta benzena melalui metode distilasi bertingkat.

Pada percobaan pertama, sebanyak 40 mL campuran sikloheksana dan toluena (1:1) dimasukkan ke dalam labu dasar bundar 125 mL. Sebelum proses pemisahan dimulai, terlebih dahulu ke dalam labu dasar bundar ditambahkan beberapa butir batu didih untuk mencegah terjadinya bumping. Selain itu, adanya pori-pori pada batu didih tersebut akan meratakan pemanasan ke seluruh bagian cairan yang dididihkan.

Sikloheksana (C6H12) dan toluena (C7H8) merupakan pasangan senyawa organik yang mempunyai perbedaan titik didih yang cukup besar, yaitu 80,74oC untuk sikloheksana dan 110,6oC untuk toluena, sehingga campuran dari kedua zat cair ini dapat dipisahkan melalui distilasi, di mana sikloheksana akan keluar terlebih dahulu sebagai distilat karena titik didihnya lebih rendah.

Akan tetapi kedua cairan tersebut tidak dapat dipisahkan dengan distilasi sederhana, karena distilasi sederhana hanya dapat memisahkan campuran yang terdiri dari komponen-komponen dengan perbedaan titik didih sebesar 100oC (Schoffstal, 1999). Untuk mendapatkan komponen yang murni, maka metode yang digunakan adalah distilasi bertingkat atau terfraksi.

Cairan di dalam labu dasar bundar kemudian dididihkan dan distilat mulai menetes pada temperatur 68oC. Pada proses pemisahan melalui distilasi ini, uap-uap yang berasal dari campuran yang dididihkan mengalami pengembunan akibat adanya kondensor. Ke dalam kondensor ini dialirkan air dari bagian bawah dengan tujuan supaya kondensor terisi penuh oleh air dan supaya air melaju secara perlahan, akibatnya proses kondensasi dapat berjalan dengan sempurna. Uap-uap yang mengembun tersebut kemudian dikumpulkan dalam suatu wadah penampung. Semakin tinggi temperatur, semakin banyak volume distilat yang dihasilkan (Schoffstal, 1999).

Karena temperatur pada saat distilat keluar pertama kali ini di bawah titik didih sikloheksana, maka dapat disimpulkan bahwa cairan tersebut merupakan pengotor. Distilat ini terus menetes hingga temperatur 79oC, dengan total volume distilat sebanyak 12 mL.

Selanjutnya pada temperatur 80oC, sebanyak 5 mL distilat kedua ditampung dengan penampung yang berbeda. Distilat ketiga dan keempat masing-masing sebanyak 6 mL, berturut-turut ditampung pada temperatur 81 – 82oC dan 83oC. Secara organoleptis, distilat kedua hingga keempat mempunyai bau dan warna yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga distilat tersebut adalah sikloheksana. Pada temperatur di atas 83oC, cairan yang terdapat di dalam labu dasar bundar mulai berwarna kehijauan, artinya komponen sikloheksana di dalam labu dasar bundar sudah habis dan yang tersisa adalah toluena sebanyak 15 mL.

Untuk mengidentifikasi kemurnian dari kedua komponen, maka dilakukan pengukuran indeks bias terhadap masing-masing cairan. Komponen pertama, yaitu sikloheksana, mempunyai nilai indeks bias (nD20) sebesar 1,445 sedangkan komponen kedua, yaitu toluena, mempunyai nilai indeks bias (nD20) sebesar 1,477.

Sementara pada percobaan kedua, sebanyak 25 mL campuran air dan metanol (1:1) dimasukkan ke dalam labu dasar bundar 100 mL. Selanjutnya ke dalam labu dasar bundar tersebut ditambahkan 50 mL benzena kering. Seperti halnya pada percobaan pertama, sebelum proses pemisahan dimulai, terlebih dahulu ke dalam labu dasar bundar ditambahkan beberapa butir batu didih.

Campuran antara air, metanol (CH3OH) dan benzena (C6H6) merupakan campuran azeotrop, yaitu campuran yang memiliki komposisi tertentu dengan titik didih yang sama, sehingga campuran ini menyerupai zat cair murni dan memiliki titik didih yang konstan. Komponen-komponen yang menyusun campuran azeotrop tidak dapat dipisahkan melalui proses distilasi sederhana karena uap yang berkesetimbangan dengan zat cair memiliki komposisi yang sama (Wilcox & Wilcox, 1995).

Setelah dididihkan, distilat pertama mulai menetes pada temperatur 58oC. Secara organoleptis, distilat berupa cairan dua fasa yang keruh, artinya temperatur ini merupakan titik didih dari campuran azeotrop antara ketiga komponen, yaitu air, metanol dan benzena. Selanjutnya pada temperatur yang sama, penampung distilat diganti sehingga diperoleh distilat yang lebih jernih sebanyak 12,4 mL, akan tetapi masih terdiri dari dua fasa.

Pada temperatur 58 – 77oC, diperoleh distilat ketiga yang bening dan terdiri dari satu fasa sebanyak 2,4 mL, artinya distilat yang diperoleh adalah metanol, yang mempunyai titik didih sebesar 64,7oC. Pada temperatur 78 – 81oC, diperoleh distilat keempat yang bening dan terdiri dari satu fasa sebanyak 2,8 mL, artinya distilat yang diperoleh adalah benzena, yang mempunyai titik didih sebesar 80,1oC.

Distilat kelima, keenam dan ketujuh, diperoleh berturut-turut pada temperatur 82 – 85oC, 86 – 87oC dan 88oC dengan volume distilat berturut-turut sebanyak 2, 2 dan 0,8 mL. Ketiga distilat tersebut terdiri dari satu fasa. Sementara cairan yang tersisa di dalam labu dasar bundar adalah sebanyak 8,2 mL. Kemungkinan besar, cairan tersebut adalah air.

Untuk mengidentifikasi kemurnian dari kedua komponen, yaitu metanol dan benzena, maka dilakukan pengukuran indeks bias terhadap masing-masing cairan. Komponen pertama, yaitu metanol, mempunyai nilai indeks bias (nD20) sebesar 1,726 sedangkan komponen kedua, yaitu benzena, mempunyai nilai indeks bias (nD20) sebesar 1,337.

1.7 KESIMPULAN

a. Pemisahan campuran sikloheksana dan toluena menghasilkan distilat berupa sikloheksana sebanyak 17 mL dengan indeks bias sebesar 1,445 dan toluena sebanyak 15 mL dengan indeks bias sebesar 1,477.

b. Pemisahan campuran azeotrop terner yang terdiri dari air, metanol dan benzena menghasilkan distilat berupa metanol sebanyak 2,4 mL dengan indeks bias sebesar 1,726 dan benzena sebanyak 2,8 mL dengan indeks bias sebesar 1,337.

1.8 DAFTAR PUSTAKA

Mayo, D.W., Pike, R.M., Trumper, P.K., (1999), Microscale Organic Laboratory with Multistep and Multiscale Syntheses, 4th edition, John Wiley and Sons, Inc., New York, 169-179

Schoffstal, A.M. (1999), Microscale and Miniscale Organic Chemistry Laboratory Experiments, 1st edition, Mc Graw Hill, New York, 57-75

Wilcox, C.F., Wilcox, M.F. (1995), Experimental Organic Chemistry: a Small Scale Approach, 2nd edition, Prentice Hall, New Jersey, 44-65

1 komentar: